Lagu "Ilir Ilir" merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang sangat terkenal, terutama di kalangan masyarakat Muslim Jawa. Lagu ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo, yang menggunakan pendekatan seni dan budaya dalam menyebarkan ajaran Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Ilir Ilir bukan hanya sebuah lagu rakyat biasa, tetapi sarat dengan makna filosofis dan spiritual yang mendalam, yang erat kaitannya dengan ajaran tasawuf—sebuah jalan spiritual dalam Islam yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Lagu ini tetap relevan dari generasi ke generasi, dan meskipun usianya sudah ratusan tahun, pesan-pesan yang terkandung di dalamnya masih sering digunakan sebagai pengingat untuk memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Allah, dan memahami perjalanan hidup manusia dari sudut pandang spiritual.
Lirik Lagu "Ilir Ilir"
Makna Filosofis Lagu "Ilir Ilir"
Makna dari lagu Ilir Ilir tidak hanya terbatas pada pemahaman literal, tetapi memiliki kedalaman filosofis yang mengarahkan pendengar kepada refleksi spiritual. Setiap bait lagu ini mengandung simbol-simbol yang menggambarkan perjalanan hidup manusia dalam usahanya memperbaiki diri dan mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi. Berikut adalah makna dari beberapa bagian liriknya:
1. "Lir ilir, lir ilir, tandure wis sumilir"
Frase ini mengajak seseorang untuk bangkit dari tidur panjangnya—tidur dalam pengertian lalai dari menjalankan perintah Tuhan. "Tandure wis sumilir" berarti "tanaman sudah bersemi," yang melambangkan panggilan dari Allah kepada umat-Nya untuk segera memperbaiki diri, karena waktu yang tepat telah tiba. Ini adalah seruan untuk bangun dari kelalaian dan kembali ke jalan yang benar.
2. "Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar"
Tanaman yang bersemi hijau menggambarkan kehidupan yang baru, segar, dan penuh harapan. "Temanten anyar" (pengantin baru) menggambarkan jiwa manusia yang suci, seperti pengantin baru yang memulai hidup dengan penuh kebersihan. Ini adalah simbol dari manusia yang siap memulai perjalanan spiritual setelah membersihkan dirinya dari dosa dan kesalahan.
3. "Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi"
"Cah angon" atau "anak gembala" adalah simbol pemimpin atau manusia yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan orang lain. "Blimbing" merujuk pada buah belimbing yang memiliki lima sisi, yang diyakini melambangkan Rukun Islam. Mendaki atau mencapai buah belimbing ini berarti menjalankan kelima rukun Islam dengan konsistensi meskipun jalannya sulit dan penuh rintangan.
4. "Lunyu-lunyu penekno, kanggo mbasuh dodotira"
Walaupun jalannya licin dan sulit (lunyu-lunyu), tugas manusia adalah terus berusaha untuk mencapai rukun Islam dan membersihkan "dodot" (pakaian) mereka. Dodot di sini melambangkan jiwa atau diri seseorang. "Mbasuh dodot" berarti membersihkan jiwa dari dosa dan kesalahan agar layak untuk menghadap Allah.
5. "Dodotira kumitir bedah ing pinggir, dondomana jlumatana"
Bagian ini menggambarkan kondisi "dodot" yang sudah robek dan usang, yaitu simbol dari jiwa yang sudah ternoda dan perlu diperbaiki. "Dondomana jlumatana" berarti menjahit kembali jiwa yang telah rusak, dengan usaha dan kesungguhan agar bisa kembali suci. Ini adalah simbol dari taubat dan upaya memperbaiki diri.
6. "Kanggo seba mengko sore, mumpung padhang rembulane"
Ini adalah pengingat bahwa manusia harus mempersiapkan diri untuk "seba" atau menghadap Allah di hari kemudian. "Mengko sore" menggambarkan waktu yang semakin dekat (ajal). "Mumpung padhang rembulane" berarti mumpung masih ada waktu dan kesempatan, yaitu saat manusia masih hidup dan dapat memperbaiki dirinya sebelum terlambat.
7. "Yo surako, surak iyo"
Frase ini adalah seruan untuk bersorak dan bergembira setelah berhasil menjalankan tugas dan memperbaiki diri. Ini mencerminkan kemenangan spiritual setelah seseorang berhasil melewati berbagai rintangan dalam hidupnya dan kembali kepada Tuhan dengan jiwa yang bersih.
Kaitan Lagu Ilir Ilir dengan Tasawuf
Lagu Ilir Ilir memiliki hubungan yang erat dengan ajaran tasawuf, yang dalam Islam adalah jalan spiritual yang mengarahkan seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian jiwa dan penghayatan akan kehidupan spiritual. Beberapa konsep dalam tasawuf yang relevan dengan makna lagu ini antara lain:
1. Kesadaran Spiritual (Ihya')
Seruan "lir ilir" mengingatkan kita pada konsep tasawuf tentang ihya' atau kebangkitan spiritual. Ini adalah panggilan untuk meninggalkan kehidupan yang dipenuhi kelalaian dan mulai hidup dengan kesadaran penuh akan kehadiran Allah. Dalam tasawuf, manusia dianjurkan untuk "bangun" dari ketidaksadaran dan menyadari tujuan hidupnya di dunia.
2. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
"Penekno blimbing kuwi" dan "mbasuh dodotira" mengajarkan pentingnya tazkiyatun nafs, yaitu penyucian jiwa. Dalam tasawuf, pembersihan hati dari dosa dan kesalahan adalah langkah penting menuju kedekatan dengan Allah. Melalui lagu ini, Sunan Kalijaga mengajak kita untuk terus berusaha membersihkan diri, meskipun jalannya penuh tantangan.
3. Tawakal dan Kesabaran
"Lunyu-lunyu penekno" menggambarkan tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam perjalanan hidup, yang dalam tasawuf sangat penting untuk dihadapi dengan tawakal (berserah diri kepada Allah) dan sabar. Tasawuf menekankan bahwa segala kesulitan adalah bagian dari ujian kehidupan yang harus dihadapi dengan keyakinan dan kesabaran.
Kontribusi Lagu Ilir Ilir dari Masa ke Masa
Sejak diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada abad ke-15, Lagu Ilir Ilir telah menjadi bagian integral dari perkembangan Islam di Jawa. Lagu ini disampaikan secara lisan dan dinyanyikan dalam berbagai kesempatan, baik sebagai hiburan maupun sebagai pengingat spiritual.
Zaman Wali Songo
Pada masa awal penyebaran Islam di Nusantara, khususnya di Jawa, lagu-lagu seperti Ilir Ilir digunakan sebagai media dakwah yang efektif. Melalui seni dan budaya, Sunan Kalijaga berhasil menarik hati masyarakat Jawa yang pada saat itu masih kuat dengan pengaruh budaya Hindu-Buddha. Ilir Ilir yang sarat dengan pesan spiritual yang disamarkan dalam bentuk metafora, mudah diterima oleh masyarakat tanpa menimbulkan resistensi terhadap ajaran baru.
Era Modern
Hingga kini, Ilir Ilir masih sering dinyanyikan, terutama dalam acara-acara tradisional maupun keagamaan. Lagu ini terus dipelajari dan dipahami oleh generasi muda, baik sebagai bagian dari warisan budaya maupun sebagai ajaran spiritual. Bahkan di tengah modernisasi, pesan-pesan Ilir Ilir tentang kesadaran, taubat, dan persiapan menghadapi akhirat tetap relevan.
Pelestarian Budaya
Dalam konteks budaya, lagu ini menjadi bagian dari kekayaan seni tradisional Jawa yang turut menjaga identitas dan jati diri masyarakat. Ilir Ilir juga sering diiringi gamelan, menambah kekhusyukan dan kekuatan emosional yang mampu menyentuh hati pendengarnya.
Kesimpulan
Lagu Ilir Ilir adalah sebuah karya spiritual yang abadi, penuh makna filosofis, dan terkait erat dengan ajaran tasawuf. Setiap bait dalam lagu ini mengandung pesan mendalam tentang perjalanan hidup manusia dalam mencari ridha Allah. Dari seruan untuk bangkit dari kelalaian hingga persiapan menghadapi hari akhir, Ilir Ilir terus mengajarkan umat Islam tentang pentingnya introspeksi, taubat, dan penyucian diri. Selain sebagai media dakwah, lagu ini juga berfungsi sebagai pengingat akan nilai-nilai spiritual yang tetap relevan di berbagai zaman.
FAQ:
Apa arti dari "lir ilir" dalam lagu Ilir Ilir?
"Lir ilir" berarti bangun atau sadar, yang merupakan ajakan untuk bangkit dari kelalaian dan kembali ke jalan spiritual yang benar.
Siapa pencipta lagu Ilir Ilir?
Lagu ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa melalui pendekatan seni dan budaya.
Apa hubungan lagu Ilir Ilir dengan tasawuf?
Lagu ini mengandung ajaran-ajaran tasawuf seperti kesadaran spiritual, penyucian jiwa, dan pentingnya kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup.
Apa makna simbolik dari "penekno blimbing kuwi"?
"Penekno blimbing kuwi" berarti mendaki atau mencapai buah belimbing, yang melambangkan lima rukun Islam dan pentingnya menjalankan ajaran Islam meski jalannya sulit.
Mengapa lagu Ilir Ilir masih relevan hingga sekarang?
Pesan-pesan spiritual dalam lagu ini, seperti pentingnya taubat, introspeksi, dan persiapan menghadapi hari akhir, tetap relevan dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia di segala zaman.
0 Komentar