Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) Ponorogo kembali menghidupkan semangat dan kejayaan Reog NU (Nahdlatul Ulama), salah satu bentuk seni kebanggaan masyarakat Ponorogo, di bawah kepemimpinan Kang Jenggo. Melalui Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo, Lesbumi Ponorogo berkomitmen untuk melestarikan Reog dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Islam yang dibawa oleh Nahdlatul Ulama. Langkah ini didukung penuh oleh berbagai elemen, termasuk IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama), IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama), serta para siswa-siswi SMK Wahid Hasyim, yang menjadi bagian dari kolaborasi latihan perdana yang diadakan di sekolah tersebut.
Kepemimpinan Kang Jenggo: Menghidupkan Kembali Seni Reog NU
Kang Jenggo, Ketua Lesbumi Ponorogo yang dikenal sebagai sosok penggerak kebudayaan di wilayah tersebut, berperan penting dalam menghidupkan kembali Reog NU yang sempat mengalami masa vakum. Dengan latar belakang sebagai seorang seniman dan tokoh budaya, Kang Jenggo menilai bahwa seni Reog bukan hanya sekadar pertunjukan hiburan, tetapi juga sarana dakwah dan penyebaran nilai-nilai Islam yang ramah dan adaptif dengan budaya lokal.
Kang Jenggo menyadari betapa pentingnya Reog bagi identitas Ponorogo, khususnya bagi Nahdlatul Ulama yang ingin mempertahankan seni budaya ini dalam bingkai ajaran Islam. Inilah yang membuat Lesbumi Ponorogo menggandeng generasi muda dari kalangan pelajar IPNU dan IPPNU, serta siswa SMK Wahid Hasyim, untuk melatih dan menanamkan cinta terhadap seni Reog yang berbasis pada kearifan lokal dan nilai-nilai agama.
Latihan perdana bersama Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo yang diadakan di SMK Wahid Hasyim ini menjadi momentum penting dalam upaya mengembalikan Reog NU ke panggung seni budaya Ponorogo. Melalui kolaborasi ini, diharapkan generasi muda tidak hanya mampu menampilkan Reog yang indah, tetapi juga memahami esensi dari setiap gerakan dan makna di balik seni tradisional ini.
Sejarah Vakumnya Reog : Pengaruh Lekra dan Kebangkitan Kembali
Seni Reog NU pernah mengalami masa sulit di masa lampau, tepatnya saat terafiliasi dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) pada zaman politik yang penuh dengan ketegangan di Indonesia. Pada saat itu, Lekra yang berafiliasi dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) sempat mempengaruhi berbagai kesenian, termasuk Reog, yang kemudian membuat beberapa tokoh agama dan budaya di Ponorogo merasa khawatir tentang tergerusnya nilai-nilai moral dalam kesenian tersebut. Reog pun sempat mengalami masa vakum yang cukup lama akibat kekhawatiran ini.
Namun, di balik keterpurukan itu, ada tokoh-tokoh NU yang berupaya untuk mengembalikan seni Reog ke dalam pangkuan masyarakat dengan tetap menjunjung nilai-nilai keagamaan. Salah satu sosok penting yang menggerakkan kembali kebangkitan Reog NU adalah Mbah Mujab Tohir, pengasuh Pondok Pesantren Al Idris di Ponorogo. Sebagai ketua Lesbumi pada masanya, Mbah Mujab Tohir merasa bahwa Reog bukan hanya milik satu golongan, tetapi merupakan warisan budaya bersama yang harus dilestarikan dan dikembalikan kepada masyarakat.
Mbah Mujab Tohir, dengan dukungan tokoh-tokoh NU lainnya, termasuk Mbah Tobron yang dikenal sebagai warok dan penggiat seni Reog, berupaya meluruskan persepsi negatif terhadap Reog dan membawa seni ini kembali ke arah yang selaras dengan ajaran Islam. Mereka berdua menjadi pionir dalam upaya revitalisasi Reog NU dengan tetap menghormati tradisi dan menjaga aspek-aspek spiritual di dalamnya.
Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo: Mengobarkan Kembali Semangat Reog NU
Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo menjadi pusat dari upaya Lesbumi Ponorogo dalam mengembangkan kembali seni Reog NU. Sardulo Lintang Songo, yang secara harfiah berarti "Harimau Bintang Sembilan," adalah simbol kekuatan, keteguhan, dan spiritualitas yang diambil dari nama para Wali Songo, ulama besar yang menyebarkan Islam di Jawa. Filosofi ini dijadikan landasan dalam setiap latihan dan pertunjukan Reog yang diadakan oleh sanggar tersebut.
Dengan melibatkan generasi muda melalui organisasi pelajar seperti IPNU dan IPPNU, serta siswa SMK Wahid Hasyim, Lesbumi berharap dapat menanamkan kecintaan pada seni Reog sekaligus menyebarkan nilai-nilai keislaman yang terkandung di dalamnya. Keterlibatan siswa-siswi SMK Wahid Hasyim dalam latihan perdana ini merupakan langkah awal yang signifikan dalam menjaga kesinambungan seni Reog di kalangan muda.
Kang Jenggo melihat bahwa peran generasi muda sangat penting dalam melanjutkan warisan budaya ini. Oleh karena itu, latihan-latihan rutin bersama Sardulo Lintang Songo tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan seni, tetapi juga memperdalam pemahaman tentang sejarah dan nilai-nilai yang dibawa oleh seni Reog NU. Keterlibatan aktif pelajar dalam seni ini juga diharapkan dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas lokal sekaligus memperkuat jati diri sebagai bagian dari masyarakat Nahdlatul Ulama.
Kontribusi Mbah Mujab Tohir dan Mbah Tobron dalam Menghidupkan Kembali Reog NU
Peran Mbah Mujab Tohir sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al Idris dan Ketua Lesbumi Ponorogo pada masanya sangat krusial dalam mengembalikan Reog NU ke panggung seni budaya. Beliau adalah sosok yang memahami betul pentingnya seni tradisional sebagai media dakwah. Berkat upayanya, Reog yang sempat dipinggirkan karena keterkaitannya dengan Lekra, berhasil dihidupkan kembali dengan sentuhan spiritual dan nilai-nilai Islam yang sesuai dengan prinsip-prinsip Nahdlatul Ulama.
Dalam upaya tersebut, Mbah Tobron juga memberikan kontribusi besar. Sebagai tokoh warok yang memahami seni Reog secara mendalam, Mbah Tobron membantu merancang kembali pola-pola gerakan Reog yang lebih relevan dengan ajaran Islam. Sinergi antara kedua tokoh ini berhasil menghilangkan stigma negatif yang sempat melekat pada Reog dan menjadikan seni ini sebagai kebanggaan masyarakat Ponorogo dan warga NU.
Latihan Perdana di SMK Wahid Hasyim: Kolaborasi Seni dan Pendidikan
Latihan perdana Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo bersama para siswa SMK Wahid Hasyim adalah wujud nyata dari kolaborasi antara Lesbumi Ponorogo, lembaga pendidikan, dan organisasi pelajar IPNU-IPPNU. Dalam latihan ini, para siswa tidak hanya diajari tentang teknik-teknik dasar Reog, tetapi juga diberikan pemahaman mendalam mengenai sejarah dan makna filosofis dari setiap gerakan yang mereka lakukan.
Kang Jenggo mengatakan bahwa latihan ini adalah awal dari gerakan yang lebih besar untuk memastikan bahwa seni Reog NU tidak hanya bertahan, tetapi terus berkembang di tangan generasi muda. Dengan melibatkan para siswa, diharapkan mereka dapat menjadi duta budaya dan agama yang mampu mengintegrasikan seni tradisional dengan nilai-nilai keislaman.
Kesimpulan: Membangkitkan Kembali Kebanggaan Budaya dan Agama Melalui Reog NU
Kebangkitan Reog NU di bawah kepemimpinan Kang Jenggo dan Lesbumi Ponorogo, dengan dukungan penuh dari generasi muda, menandai era baru dalam pelestarian seni dan budaya di Ponorogo. Kolaborasi dengan IPNU, IPPNU, dan SMK Wahid Hasyim melalui Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa Reog tidak hanya dikenal sebagai seni hiburan, tetapi juga sebagai sarana dakwah yang membawa pesan-pesan moral dan spiritual.
Dengan mempertahankan filosofi yang diajarkan oleh Mbah Mujab Tohir dan Mbah Tobron, Lesbumi Ponorogo memastikan bahwa seni Reog NU tetap hidup, relevan, dan menjadi kebanggaan masyarakat Nahdlatul Ulama dari generasi ke generasi.
FAQ:
Apa tujuan utama kebangkitan Reog NU di Ponorogo?
Tujuannya adalah untuk melestarikan seni Reog dalam bingkai ajaran Islam dan menjadikannya sarana dakwah yang ramah budaya lokal.
Siapa yang memimpin kebangkitan Reog NU di Ponorogo saat ini?
Kang Jenggo, Ketua Lesbumi Ponorogo, memimpin upaya kebangkitan ini dengan melibatkan Sanggar Seni Sardulo Lintang Songo.
Apa peran Mbah Mujab Tohir dalam kebangkitan Reog NU?
Mbah Mujab Tohir adalah tokoh NU yang menghidupkan kembali Reog setelah vakum, dengan menyelaraskan seni ini dengan nilai-nilai Islam.
Mengapa Reog sempat vakum di masa lalu?
Reog sempat vakum karena terafiliasi dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang memiliki hubungan dengan PKI, yang menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.
Bagaimana peran generasi muda dalam pelestarian Reog NU?
Generasi muda, melalui IPNU, IPPNU, dan siswa SMK Wahid Hasyim, dilibatkan secara aktif dalam latihan dan pelestarian Reog NU sebagai penerus warisan budaya ini.
0 Komentar